Kampus
USM Gandeng Forum Wartawan Jateng Gelar FGD Tentang restorative justice
Semarang – Universitas Semarang (USM) menggandeng Forum Wartawan Jateng menggelar Focus Group Discussion (FGD) tentang restorative justice dengan judul “Antara Harapan dan Kenyataan di lantai 8 ruang telekonferensi Gedung Menara “Prof Dr H Muladi SH” USM, pada Kamis (31/03).
Irjen Pol (Purn.) Dr Benny Josua Mamoto SH MSi sangat berharap dengan adanya sosialisasi ini
masyarakat menjadi terbuka terhadap restorative justice.
“Banyak kasus yang melibatkan masyarakat dibawah di daerah terpencil yang sesungguhnya bisa diselesaikan secara restorative justice tetapi proses pengadilan ternyata jalanya terus, diharapkan dengan sosialisasi seperti ini nantinya akan membuka wawasan publik untuk masyarakat untuk kemudian tau dan nanti memilih menempuh jalur restorative justice,” ungkap Irjen Pol (Purn.) Dr Benny.
Hadir dalam kesempatan tersebut Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jateng Kombes Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, Ketua Pengadilan Negeri Semarang Dr AGUS RUSIANTO SH MH, Wakil Rektor III USM Dr Muhammad Junaidi SHI MH.
Mantan Inspektur Jenderal Deputi Pemberantasan Narkotika BNN tersebut mengatakan, kegiatan menjadi evaluasi antara harapan publik dengan hadirnya restorative justice.
“Jadi kalau judulnya antara harapan dan kenyataan, maka di sini juga menjadi forum evaluasi antara harapan publik dengan hadirnya restorative justice kemudian bagaimana implementasi di lapangan yang dilakukan oleh aparat itu bisa kita diskusiin bersama hari ini,” ucap Irjen Pol (Purn.) Dr Benny.
Sementara itu pakar hukum dari USM Dr Anitriwati SH MH mengatakan, nila-nilai yang terkandung dalam pancasila dapat menjadi acuan dalam mengimplementasikan restorative justice.
“Saya berharap tidak hanya harapan dan kenyataan namun juga menggapai keadilan, restorative justice bisa kita raih dengan mengimplementasikan nila-nilai yang terkandung dalam pancasila. sebelum pancasila itu diformalkan kita sebenarnya sudah mempunyai restorative justice dalam hukum adat yang berlaku, bahkan tidak membatasi antara perkara pidana atau perdata selama masing-masing pihak kalau ada masalah dipertemukan dan dimusywarahkan, kemudian ada legowo antar kedua belah pihak dan akhirnya salin meminta maaf dan memaafkan,” tutur Dr Anitriwati.