Pengabdian
Penuh Semangat Perjuangan, Ibu-Ibu USM Peringati Hari Kartini
SEMARANG- Peringatan Hari Kartini bukan semata-mata memperingati hari lahir RA Kartini saja, melainkan sebuah bentuk penghormatan akan jasa-jasa dan perjuangannya RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi wanita untuk mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki terutama dalam bidang pendidikan.
Hal ini disampaikan oleh ketua ibu-ibu Universitas Semarang (USM) Siti Choeriyah Supari pada acara peringahatan Hari Kartini di USM pada 13 April lalu.
“Sebagai bentuk peringatan hari kartini ibu-ibu USM mengenakan pakaian tradisional berupa kebaya karena pada masa hidupnya, Kartini mengenakan kebaya dalam kesehariaannya dan ini sebagai bentuk penghormatan kepada beliau,” ungkap Siti Choeriyah Supari.
Sementara Sri Budiarni Sudharto berpandangan bahwa Hari Kartini bertepatan dengan Idul Fitri bermakna kembali ke suci setelah selama sebulan penuh berpuasa.
“Hal ini menyiratkan semangat Kartini perlu di “reborn”ditumbuhkan kembali untuk mewujudkan kesetaraan gender, meningkatkan pendidikan dan mengentaskan kemiskinan serta meningkatkan peran wanita dalam berbagai aspek kehidupan,” kata Sri Budiarni Sudharto.
Selain itu Diah Prasetyawati Soeharsojo berpesan bahwa “Dengan Semangat Kartini, kita terus berjuang untuk kemajuan pendudikan dan anak keturunan kita”.
Ketua Pengurus Yayasan Alumni Universitas Diponegoro (Undip) Prof. Dr. Ir. Hj. Kesi Widjajanti, S.E., M.M menyatakan bahwa ibu-ibu USM memperingati hari Kartini karena ingin melestarikan nilai budaya, menjunjung tinggi etika dan budaya saling menghormati, dan mempertahankan budaya kolektif.
“Kami akan tetap berpegang teguh, walaupun sudah maju, semangat Kartini bisa merasuk, namun tetap memiliki budaya sopan-santun dan unggah-ungguh,” ujar Prof. Kesi.
Hal tersebut ia sampaikan dalam pertemuan rutin ibu-ibu USM pada Kamis (13/4/2023).
Peringatan Hari Kartini yang biasanya berlangsung 21 April, oleh pihaknya dilaksanakan lebih awal karena bertepatan dengan Hari Raya Idul fitri.
Momentum peringatan hari lahir sosok pahlawan wanita Indonesia tersebut menjadi penguat nilai kebudayaan.
Untuk itu para ibu yang hadir di kesempatan kali ini diminta mengenakan kebaya dan jarik. Baginya, kebaya merupakan identitas fesyen wanita di Jawa Tengah.
“Di seluruh Nusantara juga ada kebaya. Dengan mengunggulkan produk lokal, manusia akan menjadi kreatif dan inovatif, maka dapat meningkatkan daya saing,” tambah Prof. Kesi.
Ia berharap, kebaya tak hanya dicitrakan sebagai pakain formal generasi tua, namun juga menjadi kesukaan generasi muda, agar tidak punah.
Adapun refleksi USM di peringatan Hari Kartini bagi seluruh wanita ialah adanya penguatan Sumber Daya Manusia (SDM).
Penguatan SDM tersebut dapat memotivasi semangat juang wanita agar lebih produktif.