Fakultas
Sukimin SH, MH Dosen Fakultas Hukum Raih Doktor
SEMARANG- Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Semarang (USM) Sukimin SH., M.H., berhasil meraih gelar Doktor setelah mempertahankan disertasi dengan judul ‘Rekonstruksi Kebijakan Tata Kelola Otonomi dan Pemberdayaan Desa Berbasis Nilai Keadilan’ pada Ujian Promosi Doktor (Ujian Terbuka) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Unissula Semarang, (8/10/2019).
Adapun jajaran tim penguji diantaranya, Ketua Tim Penguji Prof.Dr.H.Gunarto, SH.,SE.,Akt.,MHum. Sementara anggota Tim Penguji, Prof.Dr.H.Ahmad Rofiq, MA., Dr.M.Junaidi, SHi.,MH., Dr.Hj. Widayati,SH.,MH., Dr.Hj. Anis Mashdurohatun, SH., MHum dan Dr.Hj. Sri Endah Wahyuningsih, SH, MHum.
Sukimin berhasil meraih IPK 3,77 dengan predikat cumlaude dan merupakan lulusan doktor dibidang hukum yang ke 252 Unissula Semarang.
Dalam paparannya di hadapan para penguji, Sukimin menjelaskan tujuan dari penelitian tersebut yakni untuk menemukan dan menganalisis pelaksanaan kebijakan tata kelola otonomi dan pemberdayaan desa yang saat ini dinilai belum berkeadilan.
“Untuk menemukan kelemahan kebijakan tata kelola otonomi dan pemberdayaan desa, dan untuk mengkonstruksi kebijakan tata kelola desa berbasis nilai keadilan,” katanya.
Sementara dari hasil temuan dari penelitiannya, lanjut Sukimin, saat ini kebijakan tata kelola desa belum berkeadilan. Hal ini dikarenakan UU Nomor 6 Tahun 2004 sebagai landasan penyelenggaraan pemerintahan desa terdapat kelemahan terkait kebijakan tata kelola desa.
“Kelemahan terletak pada Pasal 24 dan pasal 75 ayat 1 dan 2 UU Desa yang memberikan kewenangan kepala desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa,” ungkapnya.
“Norma hukum tersebut perlu dilakukan perubahan agar kebijakan tata kelola otonomi dan pemberdayaan desa lebih berkeadilan,” tambahnya.
Adapun temuan kelemahan dalam hal tata kelola otonomi desa diantaranya, kelemahan terletak pada substansi hukum. Yakni Pemerintah Desa harus dapat menerapkan prinsip akuntabilitas transparasi dan partisipasi.
“Dimana peran besar yang diterima oleh desa, tentunya harus disertai dengan tanggung jawab yang besar pula. Olehkarena itu perlu akuntabilitas transparansi danpartisipasi dalam pengelolaan Pemerintahan Desa,” ungkapnya.
Kedua, lanjut Sukimin, terkait dengan budaya hukum. Menurutnya, budaya patrimonial yang melekat pada masyarakat tingkat lokal, berimbas pada cara pandang masyarakat.
“Dengan budaya patrimonial itu, masyarakat akan melihat kepada desa atau birokrasi tingkat desa itu sebagai orang yang harus di patuhi,” ungkapnya.
Sementara untuk poin yang ke tiga, Sukimin menjelaskan terkait dengan kelemahan struktur hukum yang berkaitan dengan pengelolaan dana desa.
“Egosentrisme kepala desa selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa. Kebijakan rekonstruksi tata kelola otonomi dan pemberdayaan desa adalah untuk memberikan manfaat secara adil terhadap pemenuhan kebutuhan di masyarakat dan lingkungan berbasis nilai keadilan berkelanjutan,” ungkapnya.
Sehingga lanjut Sukimin, Kepala Desa bukan sebagai pemegang kekuasaan yang bermakna memiliki otoritas tertinggi yang berpotensi ada penyalahgunaan.
“Rekonstruksi pasal dalam penelitian ini, merevisi pasal 24 dan Pasal 75 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, sehingga mampu menjamin kebijakan tata kelola otonomi dan pemberdayaan berbasis nilai keadilan,” imbuhnya.